Friday, September 20, 2013

Kupetik Purnama

Sesekali ingin kupetik purnama
Kusematkan pelan-pelan di dada
Kemudian kian berdegup
Kupeluk erat sebelum mata hati meredup

Wednesday, September 18, 2013

Sisa Mimpi Semalam

Kerlip lampu membentuk bibir tawamu
Hanya itu yang tersisa
Bersama aromamu
Sisa mimpi semalam

Tawamu seringkali menemani
Dalam diamku, kerut keningku
Dalam pelukan malamku

Aku terlanjur membunuhmu
Menancapkan belati ke ulu hati
Aku terlanjur tertawa riang saat kau menghilang

Kini, nanti, tawamu terus menghampiri
Melilit nurani, sesaat pergi kemudian datang lagi
Setiap pagi, bersama secangkir kopi
Menghirup aromamu
Sisa mimpi semalam

Monday, June 17, 2013

Terpeluk Malam

Bertelanjang tatapan
Aku terjebak dalam lorong-lorong matamu
Kelopaknya menaungi

Kata-kata malu bersembunyi dibalik pelukan
Lelah berbalut sunyi

Aku dan kamu
Terpeluk malam
Sampai pagi

Saturday, March 30, 2013

Dari Mata Turun ke Bibir


Di hadapan layar, jemariku  beku.

“Cerita tentang kita, sayangku.”

Hanya kata-kata itu yang terngiang,menggema di kepala. Aku melihat potongan-potongan film berkelebat, membentuk puzzle yang semakin lama semakin lengkap. Aku ingat semuanya, bahkan jumlah tetesan keringatmu saat kita berkencan kala panas menyengat. Hanya saja, aku tak bisa menuliskannya untukmu. Aku banyak menulis kisah. Entah. Kisah kita, aku tak sanggup.

Kembali kutatap layar, jemariku beku.

“Sudah kau tuliskan, sayang?”

“Sudah kutulis habis. Bacalah.”

“Mana? Layarmu kosong.”

Aku terdiam. Menatapmu. Penuh.

“Sudah kutulis habis. Percayalah.”

Kamu terdiam. Keningmu berkerut. 

Aku tersenyum. Menatapmu. Penuh.

“Baca wajahku dengan seksama. Setiap liku kisah kita tertulis pada lipatan kening dan mata. Sedangkan bibir, menulis apa yang kurasa. Tanpa tersisa.”

Kamu tersenyum. Mengecupku. Dari mata turun ke bibir.

Saturday, March 23, 2013

Mimi lan Mintuno (Sesederhana Makan Pagi)


Sesederhana makan pagi, sebaiknya kita bercumbu lagi
Mengisi kekosongan perut
Bersiap menyambut entah silau entah kabut

Sesederhana makan pagi, sebaiknya kita bertengkar lagi
Meluapkan alap kalut
Berakhir saling membalut sebelum tubuh menghanyut

Sesederhana makan pagi
Aku sajikan nasi
Untukmu lagi
Dan lagi
Sesederhana makan pagi

Wednesday, March 13, 2013

Mukena & Altar Salib



Berkerudung mukena
Bukan karena malu
Hanya menghadap dengan wujud seindah-indahnya

Memejam mata di depan altar salib
Bukan karena enggan menatap
Hanya melihat dengan mata hati

Saling melafalkan nama
Dalam hening

Semesta tersenyum
Setan terbahak
Tuhan?
Tuhan yang mana?

“Tuhan, lindungi ia yang kukasihi.”
Lafal sepasang kekasih
Dalam sujud
Di depan altar





Wednesday, March 6, 2013

Mantra Ibu


Ibuku gemar meracik ramuan
Ia campur bahan segala rupa
Tidak lupa ia masukkan air mata
Sejak kecil, ramuan itu yang kuminum habis

Ibuku juga gemar memasak
Ia olah sayuran dan daging
Tidak lupa ia iriskan potong demi potong hati dari tubuhnya
Sejak kecil, makanan itu yang kumakan hingga kenyang

Setiap melakukan keduanya
Ibuku tak lupa melafalkan mantra
“Dadio anak sing temen, Nduk. Sing guno kanggo wong liyo.”

Ramuan ibu kini menjelma darah
Masakan ibu menjelma daging
Mantra ibu mengakar dalam darah dan daging