Friday, November 30, 2012

Kain Putih Bukan Sutera


Bagi ibu setengah baya itu aku adalah anak yang berbakti. Mengunjunginya setiap akhir pekan dan membawakan oleh-oleh. Mengajak serta kedua anakku untuk meramaikan halaman. Ibu menjelang enam puluh tahun itu tidak pernah lupa masakan favoritku. Dan kini, ia disibukkan dengan masakan favorit anak-anakku. Ia tak pernah tahu bertapa sering aku ingin menjadi sepertinya yang aku tak pernah bisa. Aku ingin berhati sutera bukan baja.

Bagi laki-laki berkacamata itu aku adalah seseorang yang ia impikan setiap malam, ketika istrinya terlelap dan menikmati bunga mimpi yang lain. Lali-laki itu belum paham bahwa dirinya kini telah menjadi bab awal buku tebalku. Begitu banyak yang mengisi bab-bab selanjutnya, hingga aku hanya terkadang menengoknya atau bahkan lupa. Seringkali ingin aku berkata, istrimu lebih cantik berjuta jika saja kau lebih membuka mata.

Bagi gadis menjelang dua puluh tahun itu, aku adalah kakak yang menyebalkan. Selalu membuatnya iri hati karena kelebihan yang aku miliki. Ia belum mengerti bahwa Tuhan yang maha adil menjadikan kelebihan berdampingan dengan kelemahan seperti dua kutub yang saling berpeluk erat.

Bagi Tuhanku, aku adalah hambanya yang terkadang alpa. Ia melihatku tanpa kelambu sambil menatap sekelilingku. Ibu setengah baya, laki-laki berkacamata dan gadis menjelang dua puluh tahun itu kini mengelilingiku sambil terisak. Tubuhku kini berselimut kain putih bukan sutera.

Friday, November 23, 2012

Kembang Rupo Mongso


Sak temene tresno jalaran rupo,
Ayune paras ora bakal suwi
Sak wangine kembang rupo mongso,
Lemah ireng tansah ditanduri

Tresno marang menungso,
Dirabuk jeroning ati
Tresno anamung roso,
Dene gemati tansah angrumati

Wednesday, November 21, 2012

Berbagi Dunia

Menjelajah dunia pararel memang selalu mengasyikan. Aditya tidak perlu lagi berhadapan dengan istrinya yang cerewet, ia kini menjadi pria single berkekasih cantik menawan. Di dunia pararel, ia menjadi pengusaha tanpa harus tuduk pada aturan boss. Hanya saja, di dunia pararel, tidak ada si mungil yang selalu memanggilnya papa.

Seringkali laki-laki di awal tiga puluh tahun itu lupa akan dunia nyata. Ia sibuk mengembangkan bisnis yang ia bangun dari seonggok kayu. Lebih sukses dan lebih sukses menjadi cermin yang ia tatap setiap hari. Hingga akhir-akhir ini, dunia nyata sedikit ia abaikan. "Papa dimana, Ma?" tanya Nuri kecil penuh harap, dan hanya diam yang ia dapat dari mamanya.

Aditnya berkencan di tepi pantai dengan hembusan sepoi ombak. Terhanyut oleh langit yang merekah merah merona. Senja menyuapinya dengan salad buah yang ia bikin sendiri untuk kekasihnya. Dunia pararel ini sungguh sempurna. Namun ketika matahari tenggelam, sekejab dunia berganti. Dihadapannya kini sang istri.

"Anakmu menanyakanmu, Pah." tanya sang istri. "Loh, aku tidak kemana-mana. Dari kemarin disini saja." Sang istri meninggalkan suaminya di ruangan kerja itu. Ia tahu disana tempat suaminya berbagi dunia, meski hanya ranah imaji.


Sunday, November 4, 2012

Kopi Hangat di Meja Bulat



Terkadang kita menggigil hebat
Tanpa kopi hangat di meja bulat
Terkadang kita lapar
Tanpa hidangan terhampar

Seringkali kita meracuh
Berharap semesta acuh
Seringkali kita mengumpat
Berharap teman merapat

Akan tiba saatnya kita tersipu
Menyadari tingkah yang begitu lugu
Akan tiba saatnya kita menundukkan hati
Menyadari hikmah dari yang tak pernah termiliki