Wednesday, February 6, 2013

Menjelma Salju


Pagi menyapa dengan remang dari balik jendela. Rintik salju masih menghiasi panorama. Aku menghangat dengan ingatan tentangmu, tentang kita. Ah, itu hanya bahasaku saja. Mungkin kau sama sekali tak pernah mengenal kita. Aku saja yang pandai bicara.

Aku benci menceritakannya sendiri. Aku juga ingin mendengar rasamu, meskipun kini, lidahku lebih pekat akan ragu. Apakah kau merasa? Sudahlah, aku simpan sendiri saja.

Tidak, aku ingin mendengar lagumu. Menikmati melodimu. Meski dengan mengigil kelu, kau menyanyikan asmara untuknya. Bukan tentang kita. Aku patah, bertubi.

Kau masih saja datang padaku. Menikmati setiap jengkal tubuhku. Katamu, nikmat itu membuatmu lalai akan luka. Akukah penyembuh luka, sayang? Bukan, tubuhku laksana ganja. Aku, hanya asap bagimu, menguap dan enyah ditelan udara.

Kakiku lunglai, mencinta tak lagi dengan melompat atau berlari. Aku tak sanggup membenci, maka kupilih berhenti, membeku ditempat. Membiarkanmu sibuk dengan luka, asik dengan hasrat semu.


Aku mencintamu menjelma senja
Malu bersembunyi mengufuk jingga
Aku merindumu menjelma salju
Memancar cahaya beku

No comments:

Post a Comment