Gadis itu
beranjak dewasa, tubuhnya merona menggoda setiap pria. Ia terus mencari,
mencari seseorang yang mendambanya karena arti.
Laki-laki
pertama ditemuinya di sebuah pesta dansa. Tubuhnya kekar, dambaan wanita segala
usia. Sekali pandang, ia menyatakan cinta, kemudian gadis itu bertanya: “Mengapa
engkau cinta?” Laki-laki itu menjawab: “Karena engkau rupawan dan sungguh menggoda.”
Gadis itu merenung, kemudian menyajikan kerupawanannya untuk disantap habis
olehnya.
Kini,
kerupawanannya musnah. Ia beralih dari pesta dansa menuju diskusi ilmiah dimana
gadis itu bertemu dengan laki-laki kedua. Kata-katanya lugas mempesona. Tak berapa
lama, ia menyatakan cinta. Gadis itu kembali bertanya: “Mengapa engkau cinta?”
Laki-laki itu menjawab: “Karena engkau cerdas memukau.” Gadis itu kembali
merenung, kemudian menempatkan otaknya di sebuah peti yang indah, dan
menghadiahkannya kepada laki-laki kedua.
Apalah
kini yang tersisa, tiada penyesalan. Ia
menatap ke segala penjuru arah, dan mulai melangkah. Dalam perjalanan, ia
bertemu laki-laki ketiga. Laki-laki yang menyapanya dengan tatapan. Dengan lirih
laki-laki itu berbisik: “Akhirnya aku menemukanmu, cinta.” Gadis itu terheran
dan kemudian bertanya: “Mengapa engkau cinta? Aku sudah tak punya kecerdasan
dan rupa.” Laki-laki itu terdiam sejenak, kemudian mulai berkata: “Karena dalam
ketiadaanmu, aku terus mencari dan menemukan arti.” Gadis itu tersenyum dan
seketika musnah, menjelma embun disetiap fajar yang bungah.
No comments:
Post a Comment